Pengantar Kepanduan Hizbul Wathan
1. Pendahuluan
Gerakan
Kepanduan Hizbul Wathan sebagai organisasi otonom, memiliki tugas mengemban
visi dan misi Muhammadiyah dalam pendidikan anak, remaja dan pemuda, sehingga
mereka menjadi muslim yang sebenar-benarnya dan siap menjadi kader
Persyarikatan, Umat, dan Bangsa.
Sebagai suatu
gerakan, setiap anggota Hizbul Wathan berarti memiliki tugas dan tanggungjawab
untuk ikut serta secara aktif mengamalkan dan menyebar-luaskan maksud dan
tujuan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan.
Hizbul Wathan
sendiri memiliki arti Pembela Tanah Air. Hal ini dimaksudkan agar setiap
anggota memiliki jiwa dan semangat nasionalisme yang tinggi, sehingga sanggup
untuk membela dan mempertahankan tanah air Indonesia dari segala hal yang dapat
mengancam keutuhan dan kedaulatannya.
2. Sejarah Singkat Berdirinya Kepanduan HW
a.
Sejarah Singkat Kepanduan Dunia.
Gerakan ini
dimulai pada tahun 1907 ketika Robert Baden-Powell, seorang letnan jendral
angkatan bersenjata Britania raya, dan William Alexander Smith, pendiri Boy’s
Brigade, mengadakan perkemahan kepanduan pertama (dikenal sebagai jamboree)
di Kepulauan Brownsea, Inggris.
Ide untuk
mengadakan gerakan tersebut muncul ketika Baden-Powell dan pasukannya berjuang
mempertahankan kota Mafeking, Afrika Selatan, dari serangan tentara Boer.
Ketika itu, pasukannya kalah besar dibandingkan tentara Boer. Untuk mengakalinya,
sekelompok pemuda dibentuk dan dilatih untuk menjadi tentara sukarela. Tugas
utama mereka adalah membantu militer mempertahankan kota.
Mereka
mendapatkan tugas-tugas yang ringan tapi penting; misalnya mengantarkan pesan
yang diberikan Baden-Powell ke seluruh anggota militer di kota tersebut.
Pekerjaan itu dapat mereka selesaikan dengan baik sehingga pasukan Baden-Powell
dapat mempertahankan kota Mafeking selama beberapa bulan. Sebagai penghargaan
atas keberhasilan yang mereka dapatkan, setiap anggota tentara sukarela
tersebut diberi sebuah lencana. Gambar dari lencana ini kemudian digunakan
sebagai logo dari Gerakan Pandu Internasional.
Keberhasilan
Baden-Powell mempertahankan kota Mafeking membuatnya dianggap menjadi pahlawan.
Dia kemudian menulis sebuah buku yang berjudul Aids to Scouting (ditulis tahun
1899), dan menjadi buku terlaris saat itu.
Pada tahun
1906, Ernest Thompson Seton mengirimkan Baden-Powell sebuah buku karyanya yang
berjudul The Birchbark Roll of the Woodcraft Indians. Seton, seorang keturunan
Inggris-Kanada yang tinggal di Amerika Serikat, sering mengadakan pertemuan
dengan Baden-Powell dan menyusun rencana tentang suatu gerakan pemuda.
Pertemuannya
dengan Seton tersebut mendorongnya untuk menulis kembali bukunya, Aids to
Scouting, dengan versi baru yang diberi judul Boy’s Patrols. Buku tersebut
dimaksudkan sebagai buku petunjuk kepanduan bagi para pemuda ketika itu.
Kemudian, untuk menguji ide-idenya, dia mengadakan sebuah perkemahan untuk 21
pemuda dari berbagai lapisan masyarakat selama seminggu penuh, dimulai pada
tanggal 1 Agustus, di kepulauan Brownsea, Inggris. Metode organisasinya
(sekarang dikenal dengan sistem patroli atau patrol system dalam bahasa
Inggris) menjadi kunci dari pelatihan kepanduan yang dilakukannya. Sistem ini
mengharuskan para pemuda untuk membentuk beberapa kelompok kecil, kemudian
menunjuk salah satu di antara mereka untuk menjadi ketua kelompok tersebut.
Setelah bukunya
diterbitkan dan perkemahan yang dilakukannya berjalan dengan sukses,
Baden-Powell pergi untuk sebuah tur yang direncanakan oleh Arthur Pearson untuk
mempromosikan pemikirannya ke seluruh Inggris. Dari pemikirannya tersebut,
dibuatlah sebuah buku berjudul Scouting for Boys, yang saat ini dikenal sebagai
buku panduan kepanduan (Boy Scout Handbook) edisi pertama.
Saat itu
Baden-Powell mengharapkan bukunya dapat memberikan ide baru untuk beberapa
oraganisasi pemuda yang telah ada. Tapi yang terjadi, beberapa pemuda malah
membentuk sebuah organisasi baru dan meminta Baden-Powell menjadi pembimbing mereka.
Ia pun setuju dan mulai mendorong mereka untuk belajar dan berlatih serta
mengembangkan organisasi yang mereka dirikan tersebut.
Seiring dengan
bertambahnya jumlah anggota, Baden-Powell semakin kesulitan membimbing mereka,
ia membutuhkan asisten untuk membantunya. Oleh karena itu, ia merencanakan
untuk membentuk sebuah Pusat Pelatihan Kepemimpinan bagi Orang Dewasa (Adult
Leadership Training Center). Pada tahun 1919, sebuah taman di dekat London
dibeli sebagai lokasi pelatihan tersebut. Ia pun menulis buku baru yang
berjudul Aids to Scoutmastership dan beberapa buku lainnya yang kemudian ia
kumpulkan dan disatukan dalam buku berjudul Rovering to Success for Rover
Scouts pada tahun 1922.
Sekalipun
Gerakan Kepanduan didirikan Baden-Powell, tetapi ia banyak terinspirasi Frederick
Russell Burnham, orang Amerika yang membantu Inggris di Afsel. Burnham banyak
belajar tehnik hidup di alam bebas dari ayahnya yang menjadi pastor di tempat
penampungan (reservasi) orang Indian. Burnham yang sukses menghadapi beberapa
perang pemberontakan Indian, lalu pergi ke Afsel & berkenalan dengan
Baden-Powell di Perang Boer. Dari Burnham lah Baden-Powell menyusun berbagai
ketrampilan-ketrampilan dasar yang diperlukan seorang Boy Scout (Pandu).
Terinspirasi orang Indian, selanjutnya di Gerakan Kepanduan, Burnham diangkat
sebagai “Kepala Suku” pertama dari gerakan yang didirikan Baden-Powell yaitu Scout
is Game.
Perkembangan
Gerakan Kepanduan
Tak lama
setelah buku Scouting For Boys diterbitkan, Pandu mulai dikenal di seluruh Inggris
dan Irlandia. Gerakannya sendiri, secara perlahan tapi pasti, mulai dicoba dan
diterapkan diseluruh wilayah kerajaan Inggris dan koloninya.
Unit kepanduan
di luar wilayah kerajaan Inggris yang pertama diakui keberadaannya, dibentuk di
Gilbraltar pada tahun 1908, yang kemudian diikuti oleh pembentukan unit lainnya
di Malta. Kanada ialah koloni Inggris pertama yang mendapat izin dari kerajaan
Inggris untuk mendirikan gerakan kepanduan, diikuti oleh Australia, Selandia
Baru, dan Afrika Selatan. Chili ialah negara pertama diluar Inggris dan
koloninya yang membentuk gerakan kepanduan.
Parade Pandu
pertama diadakan di Crystal Palace, London pada tahun 1910. Parade tersebut
menarik minat para remaja di Inggris. Tidak kurang dari 10.000 remaja putra dan
putri tertarik untuk bergabung dalam kegiatan kepanduan. Pada 1910 Argentina,
Denmark, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, India, Meksiko, Belanda,
Norwegia, Russia, Singapura, Swedia, dan Amerika Serikat tercatat telah
memiliki organisasi kepanduan.
Semenjak didirikan,
Gerakan Pandu yang memfokuskan program pada remaja usia 11-18 tahun telah
mendapat respon yang menggembirakan, anggota bertambah dengan cepat. Kebutuhan
program pun dengan sendirinya bertambah. Untuk memenuhi keinginan dan
ketertarikan para generasi muda pada saat itu, gerakan pandu menambah empat
program dalam organisasinya untuk melebarkan lingkup keanggotaan gerakan pandu.
Keempat prpogram tersebut meliputi : Pendidikan Generasi Muda Usia Dini,
Usia Remaja, Pendidikan Kepanduan Putri, dan Pendidikan Kepemimpinan Bagi
Pembina.
Program untuk
golongan Siaga, unit Satuan Karya, dan Penegak maupun Pandega mulai disusun
pada akhir tahun 1910 di beberapa negara. Terkadang, kegiatan tersebut hanya
berawal di tingkat lokal/ ranting yang dikelola dalam skala kecil, baru
kemudian diakui dan diadopsi oleh kwartir nasional. Kasus serupa terjadi pada
pendirian golongan siaga di Amerika Serikat, yang program golongan siaganya
telah dimulai sejak 1911 di tingkat ranting namun belum mendapatkan pengakuan
hingga 1930.
Sejak awal
didirikannya gerakan kepanduan, para remaja putri telah mengisyaratkan besarnya
minat mereka untuk bergabung. Untuk mengakomodasi minat tersebut, Agnes Baden
Powell (adik dari bapak kepanduan sedunia, Robert Baden Powell), pada tahun
1910 ditunjuk menjadi presiden organisasi kepanduan putri pertama di dunia.
Agnes pada awalnya menamakan organisasi tersebut Rosebud, yang kemudian
berganti menjadi Brownies (Girl Guide) pada 1914. Agnes mundur dari kursi
presiden pada tahun 1917 dan digantikan oleh Olive Baden Powell (istri dari
Lord Baden-Powell).
Agnes tetap
menjabat sebagai wakil presiden hingga ia meninggal pada usia 86 tahun. Pada
waktu tersebut, kepanduan putri telah diposisikan sebagai unit terpisah dari
kepanduan pria, hal tersebut dilakukan menimbang norma sosial yang berlaku saat
tersebut. Pada era 90-an, banyak organisasi kepanduan di dunia yang saling
bekerjasama antara unit putra dan putri untuk memberikan pendidikan kepanduan.
Program awal
bagi pendidikan pembina diadakan di London pada tahun 1910, dan di Yorkshire pada
tahun 1911. Namun, Baden Powell menginginkan pendidikan tersebut dapat
dipraktekkan semaksimal mungkin. Hal tersebut berarti bahwa dalam setiap
pendidikan diperlukan praktek lapangan semisal berkemah. Hal ini membimbing
pembentukan kursus Woodbadge. Akibat Perang Dunia I, pendidikan woodbadge bagi
para pembina tertunda hingga tahun 1919.
Pada tahun
tersebut, diadakan kursus woodbadge pertama di Gilwell Park. Pada saat ini,
pendidikan bagi pembina telah beragam dan memiliki cakupan yang luas. Beberapa
pendidikan yang cukup terkenal bagi pembina, seperti Pendidikan dasar,
Pendidikan spesifik golongan, hingga kursus Woodbadge.
b.
Sejarah Singkat Kepanduan Indonesia
1)
Masa Hindia Belanda
Kenyataan
sejarah menunjukkan bahwa pemuda Indonesia
mempunyai “saham” besar dalam pergerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia serta
ada dan berkembangnya pendidikan kepanduan nasional Indonesia. Dalam
perkembangan pendidikan kepanduan itu tampak adanya dorongan dan semangat untuk
bersatu, namun terdapat gejala adanya berorganisasi yang Bhinneka.
Organisasi
kepanduan di Indonesia dimulai oleh adanya cabang “Nederlandsche
Padvinders Organisatie” (NPO) pada tahun 1912, yang pada saat
pecahnya Perang Dunia I memiliki kwartir besar sendiri
serta kemudian berganti nama menjadi “Nederlands-Indische
Padvinders Vereeniging” (NIPV) pada tahun 1916.
Organisasi
Kepanduan yang diprakarsai oleh bangsa Indonesia adalah Javaansche Padvinders Organisatie;
berdiri atas prakarsa S.P. Mangkunegara VII pada
tahun 1916.
Kenyataan bahwa
kepanduan itu senapas dengan pergerakan nasional, seperti tersebut di atas
dapat diperhatikan pada adanya “Padvinder Muhammadiyah”
yang pada 1920 berganti nama menjadi “Hizbul Wathan” (HW); “Nationale
Padvinderij” yang didirikan oleh Budi Utomo; Syarikat Islam mendirikan
“Syarikat Islam Afdeling Padvinderij” yang kemudian diganti menjadi “Syarikat
Islam Afdeling Pandu” dan lebih dikenal dengan SIAP, Nationale Islamietische
Padvinderij (NATIPIJ) didirikan oleh Jong Islamieten Bond (JIB) dan Indonesisch
Nationale Padvinders Organisatie (INPO) didirikan oleh Pemuda Indonesia.
Hasrat bersatu
bagi organisasi kepanduan Indonesia waktu itu tampak mulai dengan terbentuknya
PAPI yaitu “Persaudaraan Antara Pandu Indonesia” merupakan federasi dari Pandu
Kebangsaan, INPO, SIAP, NATIPIJ dan PPS pada tanggal 23 Mei 1928.
Federasi
ini tidak dapat bertahan lama, karena niat adanya fusi, akibatnya pada 1930
berdirilah Kepanduan
Bangsa Indonesia (KBI) yang dirintis oleh tokoh dari Jong Java
Padvinders/Pandu Kebangsaan (JJP/PK), INPO dan PPS (JJP-Jong Java Padvinderij);
PK-Pandu Kebangsaan). Berkas:KBI.jpg
PAPI kemudian
berkembang menjadi Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI) pada
bulan April 1938.
Antara tahun
1928-1935 bermuncullah gerakan kepanduan Indonesia baik yang bernafas utama
kebangsaan maupun bernafas agama. kepanduan yang bernafas kebangsaan dapat
dicatat Pandu Indonesia (PI), Padvinders Organisatie Pasundan (POP), Pandu
Kesultanan (PK), Sinar Pandu Kita (SPK) dan Kepanduan Rakyat Indonesia (KRI).
Sedangkan yang bernafas agama Pandu Ansor, Al Wathoni, Hizbul Wathon, Kepanduan
Islam
Indonesia (KII), Islamitische Padvinders Organisatie (IPO), Tri Darma
(Kristen), Kepanduan Azas Katholik Indonesia (KAKI), Kepanduan Masehi Indonesia (KMI).
Sebagai upaya
untuk menggalang kesatuan dan persatuan, Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan
Indonesia BPPKI merencanakan “All Indonesian Jamboree”. Rencana ini mengalami
beberapa perubahan baik dalam waktu pelaksanaan maupun nama kegiatan, yang
kemudian disepakati diganti dengan “Perkemahan Kepanduan Indonesia Oemoem”
disingkat PERKINO dan dilaksanakan pada tanggal 19-23 Juli 1941 di Yogyakarta.
2)
Masa Bala Tentara Dai Nippon
“Dai
Nippon” ! Itulah nama yang dipakai untuk menyebut Jepang pada
waktu itu. Pada masa Perang Dunia II, bala tentara Jepang mengadakan
penyerangan dan Belanda meninggalkan Indonesia. Partai dan organisasi rakyat
Indonesia, termasuk gerakan kepanduan, dilarang berdiri. Namun upaya
menyelenggarakan PERKINO II tetap dilakukan. Bukan hanya itu, semangat
kepanduan tetap menyala di dada para anggotanya.Karena Pandu merupakan suatu
organisai yang menjungjung tinggi nilai persatuan.Oleh karena itulah bangsa
jepang tidak mengijinkan Pandu tetap lahir di bumi pertiwi.
3)
Masa Republik Indonesia
Sebulan sesudah
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, beberapa tokoh kepanduan
berkumpul di Yogyakarta dan bersepakat untuk membentuk Panitia Kesatuan
Kepanduan Indonesia sebagai suatu panitia kerja, menunjukkan pembentukan satu
wadah organisasi kepanduan untuk seluruh bangsa Indonesia dan segera mengadakan
Konggres Kesatuan Kepanduan Indonesia.
Kongres yang
dimaksud, dilaksanakan pada tanggal 27-29 Desember 1945 di Surakarta dengan
hasil terbentuknya Pandu Rakyat Indonesia. Perkumpulan ini didukung oleh
segenap pimpinan dan tokoh serta dikuatkan dengan “Janji Ikatan Sakti”, lalu
pemerintah RI mengakui sebagai satu-satunya organisasi kepanduan yang
ditetapkan dengan keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan No.93/Bag.
A, tertanggal 1 Februari 1947.
Tahun-tahun
sulit dihadapi oleh Pandu Rakyat Indonesia karena serbuan Belanda. Bahkan pada
peringatan kemerdekaan 17 Agustus 1948 waktu
diadakan api unggun di halaman gedung Pegangsaan Timur 56, Jakarta, senjata
Belanda mengancam dan memaksa Soeprapto menghadap Tuhan, gugur sebagai Pandu,
sebagai patriot yang membuktikan cintanya pada negara, tanah air dan bangsanya.
Di daerah yang diduduki Belanda, Pandu Rakyat dilarang berdiri,. Keadaan ini
mendorong berdirinya perkumpulan lain seperti Kepanduan Putera Indonesia (KPI),
Pandu Puteri Indonesia (PPI), Kepanduan Indonesia Muda (KIM).
Masa perjuangan
bersenjata untuk mempertahankan negeri tercinta merupakan pengabdian juga bagi
para anggota pergerakan kepanduan di Indonesia, kemudian berakhirlah periode
perjuangan bersenjata untuk menegakkan dan mempertahakan kemerdekaan itu, pada
waktu inilah Pandu Rakyat Indonesia mengadakan Kongres II di Yogyakarta pada
tanggal 20-22 Januari 1950.
Kongres ini
antara lain memutuskan untuk menerima konsepsi baru, yaitu memberi kesempatan
kepada golongan khusus untuk menghidupakan kembali bekas organisasinya
masing-masing dan terbukalah suatu kesempatan bahwa Pandu Rakyat Indonesia
bukan lagi satu-satunya organisasi kepanduan di Indonesia dengan keputusan
Menteri PP dan K nomor 2344/Kab. tertanggal 6 September 1951 dicabutlah
pengakuan pemerintah bahwa Pandu Rakyat Indonesia merupakan satu-satunya wadah
kepanduan di Indonesia, jadi keputusan nomor 93/Bag. A tertanggal 1 Februari
1947 itu berakhir sudah.
Mungkin agak
aneh juga kalau direnungi, sebab sepuluh hari sesudah keputusan Menteri No.
2334/Kab. itu keluar, maka wakil-wakil organi-sasi kepanduan menga-dakan
konfersensi di Ja-karta. Pada saat inilah tepatnya tanggal 16 September 1951
diputuskan berdirinya Ikatan Pandu Indonesia (IPINDO) sebagai suatu federasi.
Pada 1953
Ipindo berhasil menjadi anggota kepanduan sedunia
Ipindo
merupakan federasi bagi organisasi kepanduan putera, sedangkan bagi organisasi
puteri terdapat dua federasi yaitu PKPI (Persatuan Kepanduan Puteri Indonesia)
dan POPPINDO (Persatuan Organisasi Pandu Puteri Indonesia). Kedua federasi ini
pernah bersama-sama menyambut singgahnya Lady Baden-Powell ke Indonesia, dalam
perjalanan ke Australia.
Dalam
peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI yang ke-10 Ipindo menyelenggarakan
Jambore Nasional, bertempat di Ragunan, Pasar Minggu
pada tanggal 10-20 Agustus 1955, Jakarta.
Ipindo sebagai
wadah pelaksana kegiatan kepanduan merasa perlu menyelenggarakan seminar agar
dapat gambaran upaya untuk menjamin kemurnian dan kelestarian hidup kepanduan.
Seminar ini diadakan di Tugu, Bogor pada bulan Januari 1957.
Seminar Tugu
ini meng-hasilkan suatu rumusan yang diharapkan dapat dijadikan acuan bagi
setiap gerakan kepanduan di Indonesia. Dengan demikian diharapkan ke-panduan
yang ada dapat dipersatukan. Setahun kemudian pada bulan Novem-ber 1958,
Pemerintah RI, dalam hal ini Departemen PP dan K mengadakan seminar di Ciloto,
Bogor, Jawa Barat, dengan topik “Penasionalan Kepanduan”.
Kalau Jambore
untuk putera dilaksanakan di Ragunan Pasar Minggu-Jakarta, maka PKPI
menyelenggarakan perkemahan besar untuk puteri yang disebut Desa Semanggi
bertempat di Ciputat. Desa Semanggi itu terlaksana pada tahun 1959. Pada tahun
ini juga Ipindo mengirimkan kontingennya ke Jambore Dunia di MT. Makiling Filipina
c.
Sejarah Singkat Kepanduan HW
Pada suatu hari
dipanggillah Somodirjo (mantra guru Soronatan) dan Sjarbini ( (pembantu guru
dari sekolah Muhammadiyah Bausasran. Oleh KH Ahmad Dahlan. Sewaktu KH Ahmad
Dahlan bertabligh di Solo beliau melihat segerombalan anak muda berlatih
berbaris di alun-alun dengan berpakaian seragam. Kemudian beliau bertanya pada
salah seseorang ini latihan apa, maka salah satunya menjawab latihan Padvinder
Mangkunegaran (JPO) atau kalau saat ini kita kenal kepanduan. Dari rasa heran
itulah KH Ahmad Dahlan berkata kepada kedua guru tersebut “Alangkah baiknya
kalau anak-anak keluarga Muhammadiyah juga dididik semacam itu untuk menjalani
menghamba Allah (meningkatkan Ibadah.
Sejak saat itu
mulai ahad sore di sekitar kauman dilaksanakan kegiatan berbaris yang mulanya
hanya diikuti oleh guru-guru Muhammadiyah. Tetapi lama kelamaan anak-anak kecil
dan pemuda yang melihat jadi ingin ikut berlatih berbaris. Kemudian setelah
latihan berbaris mereka berlatih juga penolong kecelakaan (PPPK) dan tidak lupa
pula pengajian tiap hari Selasa bagi golongan yang sudah tua.
Kemudian pada
tahun 1918 gerakan tadi dikumpulkan menjadi satu nama yaitu Padvindery
Muhammadiyah (nama pandu Muhammadiyah sebelum Pandu HW). Dan dibentuklah
kepengurusan yang pertama kali yaitu pengurusnya :
Ketua : H, Muchtar
Wakil Ketua : H Hadjid
Sekretaris : Somodirdjo
Keuangan : Abd Hamid
Organisasi : Siradj Dahlan
Komando : Sjarbini
Damiri
Seragam pertama
kali yang digunakan untuk baju dril kuning selana dril biru sedangan setangan
leher saat itu warna yang sangat mudah didapatkan adalah warna merah, maka
dibelinya katju warna merah berbintik-bintik (kacu kedelei kecer).
Kemudian
untuk mengembangkan pengetahuan para pengurus berencana pergi ke JPO solo di
Mangkunegaran. Dan sesampai di Solo pengurus Padvindery Muhammadiyah disambut
dengan luar biasa, bahkan berbagai macam atraksi kepanduan diperagakan.
Setelah
pergolakan PD I (1920) semua kepanduan di Indonesia mengalami perubahan nama,
dan tidak lagi menggunakan istilah padvindery maka Padvindery Muhammadiyah
berubah nama Kepanduan Hizbul Wathan atau disingkat HW yang bermakna pembela
tanah air. Pergantian nama ini atas prakarsa Bp. H Hadjid
HW Berkembang
begitu pesat dari JoGjakarta merambah ke kota-kota sekelilingi, bahkan dalam
waktu singkat HW menjadi buah bibir masyarakat, karena kedisplinannya, dan
seragamnya yang unik.
Pada tanggal 3
April 1926 diselenggarakan Konperensi Kepanduan di Jogjakarta yang dipimpin
oleg G.J. Ranneft. Tujuannya adalah mempersatukan semuanya kepanduan di
Indonesia dengan konsep NIPV (Nederland Indische Padvindery Vereneging
)/Organisasi Kepanduan Hindia Belanda. Tetapi para tokoh-tokoh pandu menolah,
kemudian mereka membentuk federasi kepanduan yang bernama SIAP.Mengetahui
keberadaan SIAP yang membahayakan pemerintah Hindia Belanda maka belanda
melarang menggunakan Istilah Padvindery. Kemudian pada Konggres SIAP di
Banyumas Haji Agus Salim mengusulkan menggantikan istilah Padvindery dengan
istilah Pandu.
Namun pada
tahun 6 februari 1943 M. bersama dengan organisasi kepanduan lainnya, Gerakan
Kepanduan Hizbul Wathan dibubarkan oleh pemerintah penjajahan Jepang sebagai
gantinya diganti dengan seinendan.
Pada jaman
bergelokanya revolusi, September 1945 di Balai Mataram September 1945
Jogjakarta diadakan rembuk untuk membangkitkan kembali kepanduan di Indonesia.Maka
tanggal 27-29 September Kesatuan Kepanduan Indonesia (nama kepanduan
sementara) mengadakan konggres di Solo dan menghasilkan nama Pandu Rakyat
Indonesia. Kemudian pada tanggal 20-22 Januari 1950 Pandu Rakyat Indonesia
mengadakan Konggres yang kedua dan memutuskan :
1)
Menerima konsep
baru
2)
Golongan khusus
menghidupkan kembali kepanduannya
3)
Menuju
pengakuan internasional.
Maka pada tanggal 29 Januari 1950 Kepanduan HW
dibangkitkan kembali yang kemudian disusul oleh SIAP, AL Wathoni, Pandu Islam,
Pandu Anshor, Hizbul Islam, Al IRSYADM , Al Wasliyah dll. Kemudian tanggal 9 maret
1961 kepanduan yang tergabung dalam Perkindo meleburkan diri ke Gerakan Pandu.
d.
Dasar Peleburan
1)
Pidato PJM
Presiden tanggal 9 Maret 1961
2)
Surat PERKINDO
no 071/DKN/III/61 tanggal 9 Maret 1961
3)
Maklumat PP
Muhammadiyah no 302/IV-A/61 perintah peleburan
4)
Pengumuman PP
Muhammadiyah Majlis HW no 10/HM/61 tanggal 1 April 1961
5)
Kep Pres RI no
121 tahun 1961 tanggal 11 April 1961 tentang Panitia Pembentukan Gerakan Pandu
6)
Surat PEPERTI
no 0605/Peperti 1961 tanggal 11 April 1961
7)
Surat PPGP no 8
PPGP tanggal 27 Mai 1961
8)
Surat dari
Majlis HW tanggal 8 Juni 1961
e.
Latar belakang bangkitnya HW
·
Muktamar Muhammadiyah
1980 di Surabaya, 1985 di Solo, 1990 di Jogjakarta, 1995 di Aceh.
·
1994, mantan
Pandu HW dan NA ta’ziyah kepada Bp Sumitro, tercetus ide Reuni HW
·
1996 terlaksana
Reuni Nasional pada bulan Juni merancang kebangkitan HW
·
23 Februari
1998 diputuskan kebangkitan HW pada tanggal 18 November 1998
·
Karena ada
huru-hara, maka mundur satu tahun
Pada tanggal 29
Januari 1950 M. Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan bangkit kembali dengan berbagai
perubahan. Namun berdasarkan surat keputusan Presiden Republik Indonesia nomor
238/61 tanggal 9 meret 1961 M. bersama dengan organisasi kepanduan lainnya,
Gerkan Kepanduan Hizbul Wathan dilebur menjadi Pandu, sebagai satu-satunya
organisasi kepanduan di Indonesia.
Dan pada
tanggal 10 Sya’ban 1420 H. bertepatan dengan tanggal 18 November 1999 M. oleh
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan dibangkitkan
kembali untuk kedua kalinya, dengan surat keputusan nomor
92/SK-PP/VI-B/1.b/1999 dan dipertegas dengan surat keputusan Pimpinan Pusat
Muhammadiyah nomor 10/Kep/I.O/B/2003.
f.
Asas, Maksud dan Tujuan
Gerakan
Kepanduan Hizbul Wathan berasaskan Islam. Sedangkan maksud dan tujuannya adalah
menyiapkan dan membina anak, remaja, dann pemuda menjadi manumur muslim yang
sebenar-benarnya dan siap menjadi kader Persyarikatan, Umat, dan Bangsa.
g.
Metode Pendidikan
Kepanduan
Hizbul Wathan adalah sistem pendidikan di luar keluarga dan sekolah untuk anak,
remaja dan pemuda. Dilakukan di alam terbuka dengan metode yang menarik,
menyenangkan dan menantang, dalam rangka membentuk warga negara yang berguna
dan mandiri.
Gerakan
Kepanduan Hizbul Wathan adalah Kepanduan Islami, artinya dalam upaya menanamkan
aqidah Islamiyah dan membentuk akhlaq mulia kepada peserta didik dilakukan
dengan metode kepanduan.
Ciri khas
Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan ada dalam prinsip dasar dan metode
pendidikannya , yaitu:
Pengamalan
aqidah Islamiyah.
Pembentukan dan
pembinaan akhlaq mulia menurut ajaran Islam.
Pengamalan kode
kehormatan pandu.
Pemberdayaan
anak didik lewat sistem beregu.
Kegiatan
dilakukan di alam terbuka.
Pendidikan
dengan metode yang menarik, menyenangkan, dan menantang.
Penggunaan sistem
kenaikan tingkat dan tanda kecakapan.
Sistem satuan
dan kegiatan terpisah antara pandu putera dan pandu puteri.
Tidak terkait
dan berorientasi pada partai politik atau golongan tertentu.
h.
Usaha
Dalam mencapai
maksud dan tujuan yang telah diterangkan di atas, Gerakan Kepanduan Hizbul
Wathan berusaha :
1)
Mengembangkan
Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan di seluruh Indonesia.
2)
Mengadakan
pendidikan dan pelatihan kepanduan bagi anak, remaja, dan pemuda muslim.
3)
Menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan untuk para pelatih, pimpinan, dan pemimpin anak didik.
4)
Menyelenggarakan
pendidikan kepanduan Islami.
5)
Mengadakan
kerjasama kelembagaan di dalam dan di luar negeri.
6)
Usaha-usaha
lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan.
i.
Keanggotaan dan Keorgansisasian
Anggota
Kepanduan Hizbul Wathan adalah warga negara Republik Indonesia, beragama Islam,
yang terdiri dari :
1)
Anggota Biasa
adalah peserta didik putera dan puteri yang dikelompokkan menjadi:
a.
Athfal :
berumur 6 sampai 10 tahun
b.
Pengenal :
berumur 11 sampai 16 tahun
c.
Penghela :
berumur 17 sampai 20 tahun
d.
Penuntun :
berumur 21 sampai 25 tahun
2)
Anggota Pembina
adalah mereka yang tugas utamanya memimpin dan atau melatih peserta didik serta
mengelola dan atau memimpin Kwartir atau Qabilah. Anggota pembina terdiri dari
pelatih, Instruktur, Pemimpin Satuan, dan Pimpinan Kwartir atau Qabilah.
3)
Anggota
Kehormatan adalah para pecinta Kepanduan Hizbul Wathan, yang karena usia,
kesehatan, atau kesibukan kerja tidak dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan
kepanduan. Anggota Kehormatan terdiri dari:
a.
Pandu Wreda
Hizbul Wathan dan Pandu Wreda Nasyiatul ‘Aisyiyah.
b.
Orang yang
berjasa dalam pengembangan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan.
c.
Simpatisan
Kepanduan Hizbul Wathan.
4)
Jenjang
organisasi Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan diatur sejajar dengan jenjang
organisasi di Persyarikatan Muhammadiyah, sebagai berikut:
a.
Di tingkat PP
Muhammadiyah disebut Kwartir Pusat
b.
Di tingkat PW
Muhammadiyah disebut Kwartir Wilayah
c.
Di tingkat PD
Muhammadiyah disebut Kwartir Daerah
d.
Di tingkat PC
Muhammadiyah disebut Kwartir Cabang
e.
Di tingkat PR
Muhammadiyah disebut Qabilah
Jazakumulloh postingannya sangat bermanfaat. Semoga dibalas oleh Alloh dgn pahala berlipat.
BalasHapusAmien